Rabu, 08 Oktober 2014



“TANAH LIAT DITANGAN-NYA”
Yeremia 18:1-6

            Tentu kita pernah mendengar ungkapan nasi sudah menjadi bubur? Ungkapan ini melambangkan sesuatu yang kalau sudah terlanjur rusak tidak dapat diperbaiki. Tetapi betulkah demikian? Kalau sudah menjadi bubur tidak bisa diapa-apakan lagi? Tentu tidak! bagi orang yang optimis, akan berkata: dengan sedikit usaha, buburpun bisa enak. Tambahkan saja kuah, kecap, suwiran ayam, daun bawang, kalau ada irisan ca kue, dan sambal.... pasti bisa dinikmati.... bubur ayam yang enak....
            Bagi yang optimis tidak ada yang fatal-fatal amat, selalu ada peluang untuk perbaikan; sebagaimana tertulis: “Apabila bejana yang sedang dibuatnya dari tanah liat ditangannya itu rusak, maka tukang periuk itu, mengerjakannya kembali menjadi bejana lain menurut apa yang baik pada pemandangannya”(4). Pesan Firman ini simpel saja: ada peluang perbaikan. Ada peluang untuk diubah lebih baik. Bahwa sebesar apapun kesalahan kita, sekacau apapun hidup kita, bahkan seberapa parah kita merusak diri kita selalu ada peluang perbaikan, perubahan, perombakkan. TETAPI, catatan pentingnya : perubahan, perbaikkan, perombakan, apapun itu, TIDAK akan terjadi jika kita melupakan satu hal, justru yang menjadi kata kunci dari keseluruhan proses ini:  yaitu DITANGANNYA. Artinya, hanya di tangan Tuhan Sang Tukang Periuk, apa yang rusak dapat dibetulkan. Sebagus apapun kualitas tanah liat, ia tidak akan mampu membentuk dirinya sendiri apalagi memperbaiki dirinya sendiri. Ia selalu memerlukan tangan Sang Tukang . 

Lebih jauh, kita akan melihat teks ini dalam kerangka pembentukan spiritualitas. Bagaimana melalui gambaran yang di dapat Yeremia ini, spiritualitas tidak dimaknai sebagai kata benda yang mati, mandeg. Tetapi sebagai kata sifat yang dapat ditingkatkan levelnya. Jadi spiritulitas memiliki tingkatan tingkatan, anak anak tangga yang semakin tinggi.
Dan KARENA ITU, bagi kita umat beriman, hidup adalah perjalanan untuk menapaki tingkatan demi tingkatan itu. Terus bertumbuh dalam kehidupan sebagai makhluk spiritual, bukan sekedar makhluk duniawi. Pertumbuhan inilah yang digambarkan seperti tanah liat, yang dibentuk, diproses, untuk menjadi sesuatu yang indah oleh Sang Seniman Yang Agung yaitu Tuhan sendiri.  itulah pertumbuhan spiritualitas.  
            Sebelum lebih jauh baik kita melihat sekilas apa itu spiritualitas? Spiritualitas tidak bisa disamakan begitu saja dengan hukum agama, atau keyakinan iman. Spiritualitas mencakup keyakinan iman dan praksis; di mana keyakinan iman dan praksisnya itu telah membentuk sebuah sistem dalam diri seseorang untuk dapat berpikir, merasakan, memutuskan, bicara, bersikap, bertindak, berbuat, yang membangun kehidupannya sendiri, sesamanya ataupun lingkungannya. Seperti otomatis. Contohnya,   ketika sesorang berbuat baik, dan kebaikannya itu terjadi atas dorongan kesadaran, bukan karena takut hukuman atau supaya dapat pahala, maka orang itu dikatakan mempunyai spiritualitas. Contoh lain, jika seseorang berdoa bukan sekedar meminta sesutu pada Tuhan, tetapi karena ia sadar untuk menjaga keintiman dengan Tuhan, itu artinya ia punya spiritualitas. Jika seseorang dapat berbuat jujur, sekalipun kesempatan untuk curang ada di depan matanya, bukan karena takut hukuman, tetapi karena jujur adalah kesadarannya, maka itu adalah spiritualitas. Ketika iman dan praksis itu telah menjadi sistem kesadaran dalam diri seseorang, sehingga tanpa berpikir, tanpa harus diawasi, ditakut takuti, atau diming imingi hadiah, ia melakukan sesuatu yang positif, itu berarti spiritualitas. Ia tidak berpikir atau bicara, tentang Tuhan dan ajaranNya, tetapi Tuhan dan ajarannya ada di dalam dirinya, hidupnya, dalam karyanya, dalam setiap aspek hidupnya, itulah spiritualitas.  Maka biarkan tangan Tuhan Sang Tukang Periuk itu  mengintervensi hidup kita. turut campur, bekerja, mengolah diri kita.

Bagaimana proses ini dapat berjalan dengan baik?

1.  Sebagai tanah liat miliki kejujuran untuk menilai diri apa adanya. Kekurangan, keterbatasan, kelemahan, keberdosaan, bukan sesuatu yang ditutupi atau disangkal dihadapan Tuhan, tetapi harus DIAKUI  (4a). Salah satu penghambat proses pertumbuhan spiritual adalah: merasa diri sudah baik, tidak ada yang perlu diperbaiki. bukankah penghukuman dalam kehidupan bangsa Israel terjadi karena mereka tidak menyadari/ mengakui dosanya? Langkah ini tidak mudah, malah menyakitkan, sebab kita akan diajak untuk melihat seberapa dalamnya kekurangan dan kelemahan kita sendiri. // jika kepada dokter kita tidak jujur dengan keluhan kesehatan kita bagaimana dokter membuat diagnosa yang tepat? Di hadapan Tuhan tidak perlu sok kuat, sok gagah, sok bisa, sok pintar, sehingga malah jadi bumerang bagi kita sendiri.  
    
2.   Sebagai tanah liat miliki kerendahan hati  untuk dibentuk ulang. Banyak orang merasa diri sudah sempurna, bahkan bejana yang bocor dan retak pun sering tidak merasa rusak. Kerendahan hati menjadi pintu pertama dari kesediaan untuk dibentuk kembali menurut apa yang baik dalam pemandangan Tuhan (8). Artinya rendah hati untuk menerima kehendak dan tujuan Tuhan yang menentukan apa dan bagaimananya kita ke depan (12). Orang yang rendah hati tahu bahwa hidupnya bukan miliknya sendiri, ia tidak berdaulat atasnya, tetapi Tuhan yang berdaulat. Karena itu selalu mencari kehendakNya, jangan hanya kehendak diri kita sendiri saja. 

3.     Siap dibentuk ulang artinya siap ditambah dan dikurangi atau bahkan dirombak, menjadi sama sekali baru. Dalam proses ini ada kalanya kita harus merasakan sakitnya membuang kebiasan lama, bersusah payah membentuk pola hidup baru, atau dibawa ke titik nol, dan kemudian tumbuh sesuai kehendakNya (11b). Banyak orang dalam hidupnya seperti dibawa berputar ke padang gurun. Banyak yang dihentikan, dibelokkan, di lempar ke bawah, di bawa ke tempat tempat yang sukar, ternyata ia sedang dibentuk ulang. Banyak yang tidak tahu, sehingga tidak tahan, mengeluh, memprotes, bahkan meninggalkan Tuhan. sayang...ia tidak pernah melihat hasilnya. Tetapi yang tahan... akan melihat bagaimana bejana baru yang dihasilkannya lebih indah, lebih kuat, lebih manfaat. Sebab ia dibanting lebih kuat dari yang lain, diputar lebih kencang, dipukul lebih banyak, dibakar dua kali lebih panas, dijemur lebih lama.....  

Inilah 3 langkah awal dalam rangka membangun spiritualitas diri kita.  Jadikan diri kita tanah liat di tanganNya. Siap untuk bertumbuh? Tuhan memberkati. (Pdt. Michael Salim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar