Selasa, 24 Februari 2009

Renungan Warta Jemaat 08/09

AWAS...Luntur Kasihmu
( Wahyu 2 : 1 -7 )

Sepasang suami istri terlihat sedang bertengkar dengan hebat, sampai-sampai bukan hanya mulut yang berbicara, namun juga terdengar gebrakan meja yang ada didepan mereka. Sang istri dengan sura lantang berkata : " pokoknya aku minta cerai...aku sudah tidak tahan lagi hidup bersamamu. Kamu yang sekarang ternyata sudah berbeda dengan kamu yang aku kenal 5 tahun yang lalu".
Lanjut sang istri : " kamu yang dulunya begitu perhatian, sekarang seakan tidak ada lagi waktu untukku; kamu yang begitu hangat sekarang begitu dingin ".

Dengan suara yang tidak kalah lantang, sang suami menjawab : " kamu sendiri yang sudah berubah !!! Kamu itu dulu begitu lembut, sekarang sudah tidak lagi kujumpai kelembutanmu; kamu dulunya adalah seorang wanita yang penuh dengan kasih, sekarang ternyata baru kelihatan sifat aslimu ".

Sepenggal percakapan diatas menunjukkan bahwa memang manusia pada dasarnya bisa berubah, bukan saja kearah yang baik tetapi juga kearah yang buruk. Pada mulanya begitu sabar, tidak suka marah, sangat murah hati dan tidak pencemburu, tapi kini...semua telah berubah.

Menjaga konsistensi kebaikan - termasuk didalamnya kasih - yang ada pada diri kita sangatlah perlu, walaupun itu tidaklah mudah. Dalam firmanNya, Tuhan mengatakan kepada jemaat yang ada di Efesus : " Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula " ( ay.4 )
Walau jemaat Efesus adalah jemaat yang tidak kenal lelah dan tekun, tetap sabar dan menderita karena nama Tuhan; namun Tuhan tetap mencela mereka karena mereka telah bergeser dari kasih yang semula.
Bahkan kemudian Tuhan katakan : " Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan " ( ay.5 ).

Betapa pentingnya menjaga kasih yang telah ada. Hati-hatilah karena ditengah berbagai problema hidup yang ada, kasih itu bisa " luntur " ditelan waktu.

AWAS...Luntur Kasihmu...

( Pdt.Didik Hartono, S.Ag - Gembala Jemaat GKMI Pati Cabang Winong )


Bacaan FT : Wahyu 2 : 1-7
2:1. "Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu.
2:2 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.
2:3 Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah.
2:4 Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.
2:5 Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.
2:6 Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci.
2:7 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."

Senin, 23 Februari 2009

Share

LIFE SHOULD BE A BEAUTIFUL THING TO HAVE
(HIDUP SEHARUSNYA SESUATU HAL YANG INDAH UNTUK DIMILIKI)

 

 

Di dalam perjalanan hidup kita, ada masa-masa dimana kita mengalami fase/ tahap decline (menurun) karena berbagai macam faktor. Sangatlah wajar untuk mengalami hal tersebut sebagai manusia.

 

Pengalaman hidup pribadi saya menjadi ide awal untuk menulis sebuah artikel kecil ini. Tentunya, semasa pergumulan hidup saya (1,5 tahun), tidak semuanya mewakili isi dalam artikel ini, sebagaimana juga calon pembaca. Saya tidak bermaksud menggurui atau "sok tahu" dalam hal ini, karena saya bukan seorang psikolog. Tetapi saya hanya ingin mengingatkan, sebagaimana saya tahu bahwa kebanyakan dari kita mungkin sudah mengerti tetapi saat dalam masalah, hati dan pikiran kita tidak jernih, mengakibatkan kita kemudian lupa dengan hal-hal yang umum sekalipun. Disinilah harapan saya agar artikel ini bisa membantu mengingatkan teman-teman. Semoga artikel ini bisa menjadi berkat bagi teman-teman sekalian.

 

 

 

Dalam pergumulan hidup saya, ada beberapa racun yang menghalangi kita untuk bisa bangkit lagi. Racun tersebut mungkin bisa muncul sebagai efek dari proses stres/ depresi yang kita alami, atau secara sadar atau tidak sadar sudah merupakan karakter kita yang terpendam.

 

Berikut ini adalah racun-racun semasa kita dalam tahap decline. Dimana kalau kita tidak mempunyai antibodi yang tepat, maka kita bisa terperosok lebih dalam lagi (saturation).

                                                                                                                                                   

 

 

Racun pertama: Menghindar

Menyebabkan kita lari dari kenyataan dan mengabaikan tanggung jawab. Meskipun kita tahu bahwa dengan melarikan diri dari kenyataan (dengan menggunakan berbagai cara pelampiasan), hanyalah kebahagiaan semu sesaat yang akan kita dapatkan. Masalahnya adalah saat kita sadar, kita sudah tenggelam lebih jauh lagi, dan untuk kembali ke "posisi awal", tidak akan mudah.

Antibodinya: Realistis (menerima segala sesuatu apa adanya) dan bersyukur

Cara: Menghindar sebagaimana dibahas di sini, bisa berujung kepada "pelampiasan" atau pelarian (menghindar dari masalah) dengan berbagai macam cara seperti:

  1. Pemakaian obat-obatan terlarang
  2. Larut kepada kehidupan malam yang berlebihan
  3. Kecanduan bermain game, film porno, dan lain-lain
  4. Segala bentuk cara yang sifatnya berlebihan, tak terkontrol, dan merusak

Semua cara di atas, adalah bentuk pelampiasan dengan harapan mendapatkan kebahagiaan. Cara-cara tersebut dilakukan sebagai bentuk usaha untuk menghidari masalah atau realita kehidupan yang tidak bisa diterima. Berhentilah menipu diri sendiri, terimalah segala sesuatu apa adanya. Kalau memang ada masalah, jujurlah pada diri sendiri dan katakan "kita sedang menghadapi masalah", kemudian cari jalan untuk menyelesaikan masalah tersebut secara positif. Tetapi perlu diingat untuk jangan terlalu mendramatisir masalah, karena rumah sakit jiwa sudah dipenuhi pasien yang selalu mengikuti dan "menikmati" kesedihannya dan merasa lingkungannya menjadi sumber frustasi (mencari kambing hitam). Jadi, selesaikan setiap masalah yang dihadapi secara tuntas dan yakinlah bahwa segala sesuatu yang terbaik selalu harus diupayakan dengan keras. Di saat seperti ini, bersyukur merupakan salah satu kunci karena dengan mensyukuri segala seuatu, kita menempatkan "segala hal" dalam perspektif (berpikir lebih luas lagi).

 
Racun kedua: Ketakutan

Seseorang yang terkena racun di atas, akan merasa tidak yakin diri, tegang, cemas, putus asa, apatis, dan skeptis. Bisa disebabkan oleh kesulitan keuangan, konflik pencarian jati diri, kesulitan seksual, masalah sekolah, menganggur, masalah keluarga dan lain-lain.

Antibodinya: Keberanian

Cara: Berusaha untuk tidak menjadi sosok yang bergantung pada  kecemasan. Ingatlah, 99% hal yang kita cemaskan, tidak pernah terjadi. Keberanian adalah pertahanan diri paling ampuh. Gunakan analisis intelektual dan carilah solusi masalah melalui sikap mental yang benar. Keberanian merupakan merupakan proses re-education atau proses belajar berkelanjutan. Jadi, jangan segan mencari bantuan dari ahlinya, seperti psikiater atau psikolog. Teman dekatpun bisa menjadi alternatif bantuan, tetapi pilihlah teman yang kira-kira sudah mempunyai pengalaman. Intinya, keberanian adalah "sesuatu" yang tumbuh dan berkembang seiring perjalanan hidup sesorang, so always be up to date. 

 
Racun ketiga: Egoistis

Menyebabkan orang selalu mementingkan diri sendiri dalam arti yang extreme, materialistis, agresif, dan lebih suka meminta daripada memberi. Egois bisa dikarenakan sudah merupakan karakter seseorang atau sifat sementara yang muncul selama "fase pergumulan". Dikarenakan seseorang tersebut sering dikecewakan oleh temannya dan selalu menjadi korban eksploitasi. Orang yg dasarnya baik dan murah hatipun bisa menjadi egois saat dia merasa orang-orang yang dia pedulikan dan perhatikan, tidak bersikap sama terhadap dirinya.

Antibodinya: Kemurahan dan bersikap sosial

Cara: Jangan mengeksploitasi teman dengan dasar pelampiasan. Pembalasan dan rasa dendam tidak akan membawa kebahagiaan. Untuk orang yang memang mempunyai karakter egois, percayalah bahwa kebahagian yang dicari dengan cara "tidak mau tahu dengan orang lain", tidak bersifat kekal. Di lain sisi, kebahagiaan bisa diperoleh dengan menolong dan membahagiakan orang lain. Tolong jangan menjadi egois karena pelampiasan atau balas dendam karena itu artinya, hati dan pikiran kita telah terkorupsi. Saat kita bisa menjaga hati dan pikiran kita, terus menanamkan sikap sosial dan memupuk kemurahan, disitulah kita akan meraih KemenangaN yang SejatI. Tentunya, kemurahan dan sikap sosial kita terhadap orang lain harus dilandasi dengan prinsip "cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati". Perlu diketahui juga, bahwa orang yang tidak mengharapkan apapun dari orang lain, berprinsip lebih baik memberi daripada menerima, melakukan segala sesuatunya dengan tulus, adalah orang yang tidak mudah untuk merasa dikecewakan.

 

Racun keempat: Stagnasi

Gejalanya seperti berhenti satu fase, membuat diri kita merasa jenuh, bosan, dan tidak bahagia. Ada perasaan dimana kita tidak maju-maju dan selalu berputar dalam masalah, dan pergumulan yang sama.

Antibodinya: Sukacita, harapan, cita-cita, dan impian

Cara: Berusaha untuk bisa bersuka-cita dan bersyukur dalam segala hal, adalah salah satu awal dari segalanya. Orang yang penuh sukacita dan tahu bersyukur, akan selalu memiliki harapan, cita-cita, dan impian, yang senantiasa bisa dipelihara. Teruslah bertumbuh, artinya kita terus memupuk harapan, bercita-cita, dan tetap memiliki impian untuk masa depan kita. Disitulah letak gairah hidup kita. Janganlah merasa malu untuk bermimpi setinggi mungkin selama rencana hidup kita sehari-hari adalah realistis.

 

Racun kelima: Rasa rendah diri

Terciptanya perasaan kehilangan keyakinan dan kepercayaan diri serta merasa tidak memiliki kemampuan bersaing. Hal ini bisa berkaitan dengan ketakutan yang muncul dalam diri seseorang. Kegagalan yang berulang-ulang bisa menyebabkan seseorang untuk menjadi rendah diri dan takut.

Antibodinya: Keyakinan dan kesadaran diri

Cara: Orang tidak perlu merasa takut untuk menerima suatu kegagalan dan masalah. Jangan mencoba untuk menipu diri sendiri. Kalau memang gagal/ tidak berhasil, katakanlah pada dirimu bahwa saya telah gagal atau tidak berhasil. Jangan mencoba memutar-balikan fakta dengan kata-kata manis bahwa tidak ada kegagalan dalam hidup, yang ada adalah bla...bla... bla... (seperti kata-kata yang keluar dari mulut kebanyakan motivational speaker yang kerjaannya memanfaatkan dan meraih keuntungan dari "orang-orang bingung"). Hanya saja, bahwa sikap realistis tersebut harus disertai dengan keyakinan dan kesadaran diri yang baik untuk bisa melewati segala macam rintangan. Seseorang tidak akan bisa menang, bila sebelum berperang saja, sudah merasa dirinya akan kalah. Bila kita yakin akan kemampuan kita, sebenarnya kita sudah mendapatkan separuh dari target yang ingin kita raih. Jadi, sukses berawal pada saat kita yakin (dengan kesadaran diri bukan angan-angan kosong) bahwa kita mampu mencapainya.


Racun keenam: Arogansi atau keangkuhan

Bisa dikatakan sebagai kompleks superioritas (tidak ada yang lebih baik dari dirinya dalam segala hal), terlampau sombong (punya sifat extreme), kebanggaan diri palsu. Sebagaimana egoistis yang sudah kita bahas di atas, racun kali ini bisa merupakan karakter atau juga bentuk pelampiasan atau hasil dari upaya untuk menutupi ketakutan, rasa rendah diri, malu, dan segala-hal yang berlawanan dari yang diharapkan (kebanggaan diri palsu).

 

Antibodinya: Rendah hati, kebaikan, dan damai sejahtera

Cara: Sangatlah penting untuk selalu ditanamkan dalam diri setiap orang bahwa kita tinggal ditengah-tengan realita kehidupan yang kenyataannya tidak selalu indah, lancar, dan menyenangkan. Segala sesuatu ada maksud dan tujuannya. Dengan bersikap arogan atau angkuh, orang tidak akan bersimpati kepada diri kita dan tanpa orang lain kita bukanlah siapa-siapa. Orang yang sombong akan dengan mudah kehilangan teman, dimana kehadiran teman, bisa ikut mengurangi beban pergumulan diri serta membantu pengembangan dan kemajuan diri . Hindari sikap sok tahu. Dengan rendah hati, bersikap dan berbuat baik, kita akan dengan sendirinya mau mendengar orang lain. Memang kita adalah orang yang paling tahu tentang diri kita sendiri, tetapi ada beberapa hal dimana hanya orang lain yang bisa menilai dengan obyektif tentang diri kita. Untuk mengetahui sejauh mana dan kapan kita menerima dan menyaring pendapat orang lain, hanya pengalaman hidup kita masing-masing yang lebih tahu. Setidaknya, hal tersebut akan membantu kita untuk lebih obyektif dan mudah untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas diri (karena tidak merasa dirinya adalah yang terbaik). Satu poin yang tak kalah penting adalah damai sejahtera. Damai sejahtera bisa membuat orang tidak terlalu larut dalam usahanya untuk lari dari kenyataan dan penuh rasa "kemrungsung" atau selalu gelisah, cemas, dan tidak puas diri, yang bisa berakhir dengan upaya-upaya membatasi/ menutup diri dengan pencitraan sosok arogan atau angkuh.

 

 

Racun ketujuh: Mengasihani diri

Suatu kebiasaan menarik perhatian atau minta dikasihani dan bisa juga kedua-duanya. Ada suasana yang dominan, murung, menghujani diri sendiri dengan segala bentuk pikiran-pikiran negatif, dan merasa menjadi orang termalang di dunia.

Antibodinya: Sikap positif, kesabaran, dan setia terhadap diri sendiri

Cara: Mengasihani diri sendiri tidak akan menyelesaikan pergumulan atau permasalahan seseorang. Gejala-gejala tersebut cukup identik dengan tipe orang tertutup. Tetapi selama orang dengan tipe yang tertutup masih bisa menjaga dirinya dengan "seimbang", sifat tertutup tersebut tidaklah destructive atau bersifat merusak. Terkadang, kita berpikir dengan merasa sebagai orang termalang di dunia, kita bisa lebih pasrah, dan hal tersebut bisa membuat kita bahagia. Lebih cocok lagi kalau kita bisa mendapat teman "curhat" yang serupa, lengkaplah sudah kita menikmati kemalangan kita. Sayangnya, hal tersebut tidaklah tepat dan membantu. Pasrah dalam arti "bisa menerima" itu hal positif, tetapi pasrah yang kita bahas di atas lebih bersifat putus asa, apatis/ cuek, dan skeptis/ sinis. Berhentilah terpaku pada diri sendiri. Hadapi masalah dan hindari untuk berperilaku sentimentil dan terobsesi terhadap ketergantungan kepada orang lain. Mari kita bangun sikap positif dan dengan penuh kesabaran kita lewati permasalahan dan pergumulan kita. Setialah pada diri kita sendiri, karena segala sesuatu ada masanya dan akan indah pada waktunya.

 

Racun kedelapan: Sikap bermalas-malasan

Indikasi-indikasi yang terlihat adalah sikap apatis, jenuh berlanjut, melamun, susah berkonsentrasi, kesadaran diri yang rendah, menghabiskan waktu dengan cara tidak produktif, dan merasa kesepian. Pada masa pergumulan kita, ada titik dimana kita menjadi stress atau yang lebih parahnya depresi.

Antibodinya: Kerja

Cara: Carilah kegiatan-kegiatan positif. Bisa dalam bentuk olah-raga, membaca buku, membikin acara dengan teman-teman, dan lain-lain. Tetapi dalam usaha kita mencari dan melakukan kegiatan positif untuk menanggulangi sikap bermalas-malasan, ada 3 hal utama yang harus diingat:

  1. Kegiatan bisa dikatakan positif selama memiliki ciri-ciri berguna dan membangun
  2. Tujuan beraktivitas tidak sebagai bentuk pelampiasan untuk lari dari masalah
  3. Aktivitas tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran untuk kebangkitan diri

 

 

 

Racun kesembilan: Sikap tidak toleran

Racun tersebut di atas berujung pada pikiran picik dan kebencian rasial yang dalam, angkuh, antagonisme terhadap agama tertentu, prasangka religius yang berlebihan, dan merasa paling benar sendiri. Hal-hal tersebut muncul dikarenakan pengalaman hidup yang pahit. Merasa stress, depresi, terhimpit masalah yang sepertinya tidak ada jalan keluar, sehingga akhirnya berujung terhadap pencarian kambing hitam. Terkadang, luka batin dan akar kepahitan di masa lalu juga bisa ikut berperan.

Antibodinya: Penguasaan diri

Cara: Tenangkan dahulu segala emosi yang bersifat negatif seperti kemarahan dan kebencian. Setelah pikiran dan hati kita tenang, tanamkan pengertian bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap diri mereka masing-masing. Setelah kita dewasa, tidak boleh lagi menyalahkan orang lain atas segala sesuatu yang kita alami. Kuasai pikiran kita melalui penguasaan diri yang baik. Lihat segala sesuatunya dari segala sisi dan perspektif. Proses pengamatan harus dilakukan secara intelektual. Tingkatkan kadar toleransi kita. Kemudian ingatlah, bahwa dunia diciptakan dan tercipta dari keberagaman suku, bangsa, budaya, dan agama. Hal tersebut sudah terjadi dari ribuan tahun yang lalu. Saat kita bisa melalui proses di atas, maka sikap toleransi kita akan membantu kita untuk berpikiran lebih terbuka dan bersikap lebih simpatik, yang pada akhirnya akan membantu kita keluar dari jurang depresi atau masalah.


Racun kesepuluh: Kebencian

Mengakibatkan muncul keinginan balas dendam, sifat kejam, dan bengis. Untuk tahap ringan, mungkin hanya sifat-sifat liar seperti kekerasan, baik perbuatan maupun perkataan. Tingkah laku yang bersifat menindas orang lain seperti premanisme, mungkin juga bisa mengakar dari kebencian dan sikap tidak toleran. Racun tersebut bisa muncul sebagai dampak dari stres dan juga depresi. Sama halnya dengan beberapa racun di atas, racun kali ini bisa merupakan karakter bawaan atau hanya efek sementara saja.

Antibodinya: Cinta kasih, kesetiaan, dan kesabaran

Cara: Kebencian memang salah satu sifat dasar manusia sejak dulu, sifat yang tumbuh bersama tetapi bertolak belakang dengan kasih. Kebencian akan hanya bisa ditawarkan dengan cinta kasih. Mungkin, ada beragam reaksi dari kita melihat kalimat di atas, ada yang setuju, biasa saja, sampai dengan jijik, atau merasa kalimat tersebut muluk-muluk/ berlebihan. Tetapi itulah kenyataannya. Dengan cinta kasih, orang bisa belajar untuk memaafkan dan melupakan. Kebencian merupakan salah satu emosi negatif yang menjadi dasar dari rasa ketidak bahagiaan. Orang yang memiliki rasa benci terhadap orang lain, biasanya, secara sadar atau tidak sadar, dikarenakan dia membenci dirinya sendiri. Satu-satunya yang dapat melenyapkan rasa benci adalah cinta. Cinta kasih merupakan kekuatan hakiki yang dapat dimiliki setiap orang. Simpanlah paket tiket untuk perasaan tidak bahagia dan mengaculah pada paket tiket ini saat kita sedang mengalami rasa depresi dan tidak bahagia. Gunakan sebagai sarana pertolongan pertama dalam kondisi mental gawat darurat demi terhindar dari ketidak bahagiaan berlanjut pada masa mendatang. Perlu diingat bahwa cinta kasih bisa memperkuat sifat kesetiaan dan kesabaran. Dimana setia dan sabar, adalah instrumen penting yang membuat orang bisa mempertahankan kebahagiaan. Sangatlah penting untuk dipahami, bahwa definisi kebahagian setiap orang adalah berbeda-beda. Tetapi satu konsep yang serupa adalah, dengan adanya cinta kasih, kesetiaan, dan kesabaran, orang tidak perlu mencari dan mengejar kebahagiaan, karena dengan hidup penuh cinta, kasih, dan sabar, maka kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.

 

CATATAN:

 

INI HANYALAH SEBUAH SARAN YANG BUKAN BERSIFAT MUTLAK ATAU ABSOLUT. SIAPAPUN YANG MERASA ADA HAL-HAL YANG MUNGKIN KURANG TEPAT, BISA MENGGANTI SENDIRI DAN DIINTERPRETASI MENURUT PEMAHAMAN YANG DIRASA LEBIH TEPAT.

 

KALAU ADA SARAN-SARAN YANG INGIN DITAMBAHKAN, SILAHKAN DITAMBAHKAN DAN DIEDIT SENDIRI.

 

YANG PENTING PESAN SAYA, FORMAT YANG BERUPA "RACUN, ANTIBODI, DAN CARA" TETAP DIJAGA UNTUK MEMUDAHKAN ORANG DALAM MEMAHAMI APLIKASINYA UNTUK KEHIDUPAN SEHARI-HARI.

 

TOLONG BANTU SAYA UNTUK MENYEBARKAN DAN MEMPERBAIKI ARTIKEL INI SEHINGGA BISA MENJADI BERKAT BAGI BANYAK ORANG. TERIMA KASIH.

Minggu, 15 Februari 2009

Renungan Warta Jemaat 07/09

HUBUNGAN PETRUS & PENERIMA SURATNYA
2 Petrus 1 :1-2

Sapaan Rasul Petrus keada para penerima suratnya sangatlah indah, yaitu : " yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juru Selamat kita, Yesus Kristus ". Dari sapaan ini kita dapat melihat dimana Petrus memandang para penerima suratnya - yang adalah warga jemaat tersebar di berbagai gereja - tidak lebih rendah atau berbeda dari diri Petrus sendiri.

Betapa hal ini menunjukkan kerendahan hati seorang Petrus yang adalah seorang Rasul Yesus Kristus. Petrus bukan saja menempatkan diri sebagai salah seorang dari rekan-rekan para penatua jemaat, dia malah menempatkan diri sama dan sederajat dengan warga jemaat biasa. Semangat kerendahan hati hadir dalam diri seorang Rasul Petrus.

Gereja memang membutuhkan orang-orang yang demikian, orang-orang yang memiliki kerendahan hati. Gereja membutuhkan mereka yang " ngelmu padi ", semakin berisi semakin menunduk; bukannya semakin ( merasa) pintar semakin menjadi sombong, tidak dapat didekati dan tidak mau menerima kritikan. Baik mereka adalah pemimpin, maupun setiap orang sebagai bagian dari gereja Tuhan; maka semangat kerendahan hati perlu untuk dimiliki.

Petrus juga mengajar kita untuk mengerti bahwa apabila kita sungguh-sungguh menjadi pengikut Kristus, itu bukan karena kita lebih baik dari pada orang lain. Petrus selalu mengingat bahwa bukan kita yang memilih Yesus, tetapi sang Bapa, melalui Yesuslah yang memilih kita ( Yoh 15:16 ). Ternyata iman kitapun adalah pemberian Allah. Oleh karena itu Petrus ingin agar para pembaca suratnya memiliki suatu keyakinan yang teguh, bahwa mereka sudah dipilih dan diselamatkan oleh Yesus Kristus. Dan oleh keyakinan yang demikian, para pengikut Yesus akan " mewartakan " kabar sukacita ini kepada semua orang.

Disarikan dari Buku Almanak Sinode
Pdt Didik Hartono S.AG - Gembala Jemaat GKMI Pati Cabang Winong


Bacaan FT : 2 Petrus 1 : 1-2
1:1. Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.
1:2 Kasih karunia dan damai sejahtera melimpahi kamu oleh pengenalan akan Allah dan akan Yesus, Tuhan kita.

Senin, 09 Februari 2009

Renungan Warta Jemaat 06/09

KASIH & PENGORBANAN
I Samuel 1 : 19 -28



" Kasih ibu kepada beta tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali bagai sang surya menyinari dunia ".
Melalui syair lagu ini kita dingatkan betapa luar biasanya kasih seorang ibu kepada anaknya. Kasih yang ada dalam diri seorang ibu diwujudkan dengan kesediaan memberi dan memberi tanpa memikirkan apa yang kelak akan diperolehnya dari sang anak. Walau harus berkorban sedemekian rupa, maka seorang ibu akan rela dan mau melakukannya demi kasih kepada sang buah hati. Kasih yang tulus tanpa pamrih.

Kasih dan pengorbanan memanglah dua hal yang tidak dapat dilepaskan. Orang yang menatakan dirinya mengasihi namun ia tidak berani berkorban bagi yang dikasihinya, maka sungguhlah ia mengasihi?
Sebaliknya ketika seseorang mau berkorban bagi pihak lain namun tidak didasari oleh kasih, malah ada pamrih yang menyertainya, itukah pengorbanan yang sesungguhnya?

Kisah Hana dalam 1 Samuel 1:1-28 memberikan salah satu gambaran kepada kita tentang kasih dan pengorbanan itu. Sebagai seorang istri ia begitu mengasihi suaminya, Elkana. Walau Hana harus berkorban menahan pedih karena dimasu bahkan sering diejek oleh madunya itu, namun Hana tetap menjadi istri yang mengasihi suaminya.
Sebagai umat Tuhan, betapa Hana mengasihiNya? Hana rela menyerahkan anak satu-satunya SAMUEL kepada Tuhan melalui imam Eli. Itu berarti Hana hanya bisa bersama Samuel sampai ia cerai susu (disapih) padahal Samuel adalah anak yang sudah dirindukannya sekian lama.

Saat ini, kasih dan pengorbanan, sudahkah mewarnai hidup kita? Ketika kita mengaku mengasihi orang-orang yang ada disekitar kita, beranikah kita berkorban demi mereka? Ketika kita mengaku mengasihi Tuhan, beranikah kita mengorbankan/menyerahkan sesuatu dalam hidup ini kepadaNya? Berkorban yang sungguh-sunguh berkorban, bukan hanya yang kelihatannya berkorban padahal ada pamrih dibaliknya.

Selamat mengasihi dan berkorban.

( Pdt.Didik Hartono,S.AG - Gembala Jemaat GKMI PATI Cabang Winong )


Bacaan FT : 1 Samuel 1 :1-28
1:1. Ada seorang laki-laki dari Ramataim-Zofim, dari pegunungan Efraim, namanya Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang Efraim.
1:2 Orang ini mempunyai dua isteri: yang seorang bernama Hana dan yang lain bernama Penina; Penina mempunyai anak, tetapi Hana tidak.
1:3 Orang itu dari tahun ke tahun pergi meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada TUHAN semesta alam di Silo. Di sana yang menjadi imam TUHAN ialah kedua anak Eli, Hofni dan Pinehas.
1:4 Pada hari Elkana mempersembahkan korban, diberikannyalah kepada Penina, isterinya, dan kepada semua anaknya yang laki-laki dan perempuan masing-masing sebagian.
1:5 Meskipun ia mengasihi Hana, ia memberikan kepada Hana hanya satu bagian, sebab TUHAN telah menutup kandungannya.
1:6 Tetapi madunya selalu menyakiti hatinya supaya ia gusar, karena TUHAN telah menutup kandungannya.
1:7 Demikianlah terjadi dari tahun ke tahun; setiap kali Hana pergi ke rumah TUHAN, Penina menyakiti hati Hana, sehingga ia menangis dan tidak mau makan.
1:8 Lalu Elkana, suaminya, berkata kepadanya: "Hana, mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankah aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?"

1:9. Pada suatu kali, setelah mereka habis makan dan minum di Silo, berdirilah Hana, sedang imam Eli duduk di kursi dekat tiang pintu bait suci TUHAN,
1:10 dan dengan hati pedih ia berdoa kepada TUHAN sambil menangis tersedu-sedu.
1:11 Kemudian bernazarlah ia, katanya: "TUHAN semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada TUHAN untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyentuh kepalanya."
1:12 Ketika perempuan itu terus-menerus berdoa di hadapan TUHAN, maka Eli mengamat-amati mulut perempuan itu;
1:13 dan karena Hana berkata-kata dalam hatinya dan hanya bibirnya saja bergerak-gerak, tetapi suaranya tidak kedengaran, maka Eli menyangka perempuan itu mabuk.
1:14 Lalu kata Eli kepadanya: "Berapa lama lagi engkau berlaku sebagai orang mabuk? Lepaskanlah dirimu dari pada mabukmu."
1:15 Tetapi Hana menjawab: "Bukan, tuanku, aku seorang perempuan yang sangat bersusah hati; anggur ataupun minuman yang memabukkan tidak kuminum, melainkan aku mencurahkan isi hatiku di hadapan TUHAN.
1:16 Janganlah anggap hambamu ini seorang perempuan dursila; sebab karena besarnya cemas dan sakit hati aku berbicara demikian lama."
1:17 Jawab Eli: "Pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya."
1:18 Sesudah itu berkatalah perempuan itu: "Biarlah hambamu ini mendapat belas kasihan dari padamu." Lalu keluarlah perempuan itu, ia mau makan dan mukanya tidak muram lagi.

1:19. Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi, lalu sujud menyembah di hadapan TUHAN; kemudian pulanglah mereka ke rumahnya di Rama. Ketika Elkana bersetubuh dengan Hana, isterinya, TUHAN ingat kepadanya.
1:20 Maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel, sebab katanya: "Aku telah memintanya dari pada TUHAN."
1:21 Elkana, laki-laki itu, pergi dengan seisi rumahnya mempersembahkan korban sembelihan tahunan dan korban nazarnya kepada TUHAN.
1:22 Tetapi Hana tidak ikut pergi, sebab katanya kepada suaminya: "Nanti apabila anak itu cerai susu, aku akan mengantarkan dia, maka ia akan menghadap ke hadirat TUHAN dan tinggal di sana seumur hidupnya."
1:23 Kemudian Elkana, suaminya itu, berkata kepadanya: "Perbuatlah apa yang kaupandang baik; tinggallah sampai engkau menyapih dia; hanya, TUHAN kiranya menepati janji-Nya." Jadi tinggallah perempuan itu dan menyusui anaknya sampai disapihnya.
1:24 Setelah perempuan itu menyapih anaknya, dibawanyalah dia, dengan seekor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarkannya ke dalam rumah TUHAN di Silo. Waktu itu masih kecil betul kanak-kanak itu.
1:25 Setelah mereka menyembelih lembu, mereka mengantarkan kanak-kanak itu kepada Eli;
1:26 lalu kata perempuan itu: "Mohon bicara tuanku, demi tuanku hidup, akulah perempuan yang dahulu berdiri di sini dekat tuanku untuk berdoa kepada TUHAN.
1:27 Untuk mendapat anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta dari pada-Nya.
1:28 Maka akupun menyerahkannya kepada TUHAN; seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada TUHAN." Lalu sujudlah mereka di sana menyembah kepada TUHAN.

Renungan Warta Jemaat 05/09

" KASIH VS EGO "
Filipi 2 : 1 - 11

Suatu kali seorang remaja putri dengan wajah penuh ceria meninggalkan rumahnya menuju sebuah mall untuk membeli sebuah gaun/baju untuk pesta ulang tahunnya. Orang tuanya telah memberinya sejumlah uang yang cukup banyak agar diriny bisa memakai pakaian yang indah disaat pesta ulang tahun, yang akan dihadiri oleh banyak orang, termasuk teman - teman bisnis orang tuanya. Namun ditengah jalan, remaja putri ini bertemu dengan sahabatnya yang sudah satu minggu ini tidak masuk sekolah. Mereka ngobrol kesana kemari hingga diketahui bahwa sang sahabat tidak masuk sekolah karena orang tuanya, yang adalah seorang buruh, tidak bisa membayar uang sekolah karena sedang sakit.

Kini berkecamuklah hati si remaja putri ini; apakah uang yang ada ditangannya dipakai untuk membeli baju pesta atau ia pakai untuk membantu sahabatnya? Membeli atau memberi? Untuk diri sendiri atau berbagi?
Disinilah kasihnya terhadap sahabatnya sedang teruji...Kasih itu tidak hanya melihat kepentingan diri sendiri namun kasih itu mengajak seseorang untuk memiliki kerendahan hati sehingga dapat menganggap yang lain lebih utama dari diri sendiri.

Tuhan Yesus merupakan teladan yang sejati jika kita berbicara tentang kasih dan kerendahan hat, Tuhan Yesus telah memberikan contoh tentang kasih dan kepentingan diri sendiri. Ia tidak mementingkan diriNya sendiri namun memperhatikan kepentingan manusia yang Dia kasihi sehingga walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia ( Filipi 2:6-7 ).

Kini...bagaimana dengan kita yang ada disini?
Ditengah semangat dunia yang mengajak orang untuk lebih mementingkan diri sendiri, masih adakah kasih di hati ini? Masih bisakah kita menganggap kepentingan orang lain lebih utama dari kepentingan sendiri?

KASIH vs EGO...mana yang bertahta di hati....

( Pdt.Didik Hartono,S.AG - Gembala Jemaat GKMI PATI Cabang Winong )

Bacaan FT : Filipi 2 : 1 - 11
2:1. Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan,
2:2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan,
2:3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri;
2:4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.
2:5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus,
2:6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
2:7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia.
2:8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.
2:9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama,
2:10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,
2:11 dan segala lidah mengaku: "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa!